MAKALAH BRONKIEKTASIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bronkiektasis
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten
atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus,
tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah
bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.(Rahmatullah,
P.2009)
Bronkiektasis
pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819, adalah suatu keadaan dilatasi
abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infeksi dan
inflamasi saluran napas yang berulang.( Rademacher, J., &
Welte, T. 2011).
Peran
tenaga medis kususnya fisioterapi mempunyai peran penting dalam mengatasi
permasalahan fisik dan kemampuan fungsional serta mencegah 3 permasalahan yang
mungkin muncul pada penderita bronkiektasis. Salah satu pendekatan yang
dilakukan adalah terapi latihan berupa breathing exercise, mobilisasi thorak,
postural drainage, latihan batuk efektif, dan massage sesuai dengan kondisi
pasien yang akan penulis bahas lebih lanjut dalam karya tulis ini.(Rahmatullah,
2009)
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apa
definisi dari bronkiektasis?
1.2.2 Apa
epidemiologi dari bronkiektasis?
1.2.3 Apa
etiologi dari bronkiekstasis?
1.2.4 Apa
manifestasi klinis dari bronkiekstasis?
1.2.5 Apa
patofisiologi dari bronkiekstasis?
1.2.6 Bagaimana
pemeriksaan diagnostik dari bronkiekstasis?
1.2.7 Bagaimana
penatalaksanaan umum dari bronkiekstasis?
1.2.8
Bagaimana pencegahan dari
bronkiekstasis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk
mengetahui definisidari bronkiektasis
1.3.2 Untuk
mengetahui epidemiologi dari bronkiektasis
1.3.3 Untuk
mengetahui etiologi dari bronkiekstasis
1.3.4 Untuk
mengetahui manifestasi klinis dari bronkiektasis
1.3.5 Untuk
mengetahui patofisiologi dari bronkiektasis
1.3.6 Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostik dari bronkiektasis
1.3.7 Untuk
mengetahui penatalaksanaan umum dari bronkiektasis
1.3.8 Untuk
mengetahui pencegahan dari bronkiektasis
1.4
Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan kita akan apa itu bronkiektasis dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan bronkiektasis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi bronkiektasis
Bronkiektesis
merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal
dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris,fusifrom,dan
kistik atau sakula.
Bronkiektasis
adalah kelainan yang menyebabkan perubahan dalam dinding bronkus berupa
dekstruksi elemen-elemen elastic, otot-otot polos bronkus,tulang rawan dan
pembuluh darah. Ditandai dengan adanya dilatasi(ektsi) dan distorsi brokus
local yang bersifat patofisiologis dan berjalan kronik, persisten atau
ireversibel. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil(medium size),
sedangkan bronkus besar jarang.(Maitra, A., &
Kumar, V,2007)
2.2 Epidemiologi
Di
negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di
antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang
berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan
pengobatan memakai antibiotik.
Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak
anak-anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital
(Rademacher,
J., & Welte, T,2011)
2.3 Etiologi
Bronkiekstasis biasanya
didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit ini hampir selalu
disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influelza dan P.
Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti klebsiela dan stapphylococus
Aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian atibiotik pada
pengobatan pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan infeksi
HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau virus influenza.( (Daviskas,
E.,2010)
Faktor penyebab noninfeksi
yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya
terhirup gas toksik(amonia,aspirasi asam dari cairan lambung dan lain-lain).
Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum diketahui dengan pasti
karena bronkiektasis dapat ditemukan pula pada pasien kolitis ulseratif,reumathoid atritis,dan sindrom sjorgen.( (Daviskas, E.,2010)
Faktor
predisposisi terjadinya bronkiektesis dapat dibagi menjadi tiga,yaitu:
1. Kekurangan
mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya kelainan imunologi
berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan imunitas selular atau kekurangan
alfa-1 antritipsin
2. Kelainan
struktur konginital seperti fibrosis kistik, sindrom kartagener, kekurangan
kartilago bronkus,dan kifoskoliosis kongenital
3. Penyakit
paru primer seperti tumor paru,benda asing, atau tuberkolosis paru
(Daviskas,
E.,2010)
2.4 Manifestasi klinis
Manifestasi
klinis dari bronkiekstasis adalah :
1. Batuk
kronik dan produksi sputum purulen kehitaman dan berbau busuk
2. Batuk
semakin berat kalau pasien berubah posisi
3. Jumlah
sputum yang dikeluarkan bergantung stadium penyakit, tetapi pada stadium yang
berat dapat mencapai 200 ml sehari
4. Hemoptisis
sering terjadi biasanya berupa sputum yang mengandung darah (50-70% kasus dan
dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa yang rapuh atau adanya inflamasi)
5. Pneumonia
berat. Sesak napas, sianosis
6. Clubbing
finger, terjadi akibat insufisiensi pernafasan.
7. Asimptomatik
pada beberapa kasus
(Alsagaff, H.,
& Mukty, A,2006)
Tingkat
Beratnya penyakit:
1. Bronkiekstasis
ringan
Batuk-batuk dan sputum
warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi
nsputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis
sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
2. Bronkiektasis
sedang
Batuk produktif
terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang
mukoid, serta bau mulut busuk), hemotisis, tampak sehat dan fungsi paru normal,
jarang terdapat jari tabuh, ronki basah kasar, foto dada bisa dikatakan normal.
3. Bronkiektasis
berat
Batuk produktif
dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan jari tabuh,
jika ada obstruksi saluran napas dapat ditemukan dispnea, sianosis atau tanda
kegagal paru. Keadaan umum kurang baik, ditemukan infeksi piogenik pada kulit,
infeksi mata dan sebagainya. Mudah timbul pneumonia, septicemia, abses
metastasis, terkadang terjadi amilodosis, ronki basah kasar pada daerah yang
terkena, fotop dada ditemukan kelainan:1). Penambahan bronchovaskular making,
2). Multiple cyst containning fluid levels 9honey comb appea-rance)
(Alsagaff, H.,
& Mukty, A,2006)
2.5 Patofisiologi
Bronkoektasis
terjadi karena tiga hal,yaitu terjadi karena penyakit paru primer(tumor
paru,benda asing,TB paru),kelainan struktur congenital(fibrosis kistik,sindroma
kartagener,kurangnya kartilago bronkus),dan kekurangan mekanisme pertahanan
yang di dapat congenital(ig gama antitriptin alfa I). Bronkoektasis yang di
sebabkan oleh penyakit paru primer awal mulanya terjadi obstruksi saluran
nafas,yang menyebabkan atelektasis(penyerapan udara di parenchim dan sekitarnya
tersumbat,sehingga menyebabkan ketidakefektifan pola nafas,atelektasis yang
tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan tekanan intra pleura lebih
negatif dari atmosfer,ketika brokus dilatasi,maka akan terjadi pengumpulan
sekret,infeksi sekunder dan terjadi siklus,sehingga mudah terjadi infeksi.Brokoektasis
yang terjadi karena kelainan struktur congenital mengakibatkan terkumpulnya
sekret,sehingga kuman berkembang dan infeksi pada dinding brokus,mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh,sehingga menyebabkan hipertermi,kuman yang berkembang
juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan otot dan elastin,kerusakan bronkus
yang menetap,akan mengakibatkan kemampuan bronkus untuk kontraksi bekurang dan
selama ekspirasi menghilang. Bronkoektasi yang terjadi karena kekurangan
mekanisme pertahanan yang di dapat congenital mengkibatkan pnumoni yang
berulang,jika pnumoni tidak teratasi,mengakibatkan kerusakan permanen pada
dinding bronkus,ketika kerusakan permanen pada dinding bronkus terjadi akan
mengakibatkan ketidakefektifan batuk yang menyebabkan kemampuan mengeluarkan
sekret menurun,sehingga menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.(Alsagaff,
H., & Mukty, A,2006)
2.6 Pemeriksaan diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan laboratorium
-Pemeriksaan
darah tepi
Biasanya
ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis yang
menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi
menahun.
-Pemeriksaan
urine
Ditemukan
dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna dan
disebabkan oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas
normal kadang bisa meningkat atau menurun.
2.6.2 Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan
sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-sel dan bakteri yang ada
dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume sputum akan meningkat dan
menjadi purulen serta mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakkan
sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring seperti Streptokokus
pneumoniae, Hemofilus influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter,
Amoeba proteus, dan Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau
busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
2.6.3 Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan
Lateral)
Biasanya
ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi
kabur, mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon (honey comb
structure) serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling
banyak mengenai lobus paru kiri karena mempunyai diameter yang lebih kecil
daripada paru kanan dan letaknya menyilang di mediastinum, segmen lingual lobus
atas kiri, dan lobus medius paru kanan.
Pada
klien dengan TB paru, gambaran bronkhiektasis dapat berbentuk sakular atau
silindris, dan dapat ditemukan pada lobus atau segmen yang mengalami gangguan.
Kadang-kadang, kelainn ini juga ditemukan pada daerah yang kurang nyata
mengalami gangguan. Diduga bronkhiektasis yang terjadi pada TB paru dapat
ditetapkan berdasarkan pada hal ini di mana tidak ada kecurigaan dari Rontgen
thoraks yang menyangkut atas keterlibatan parenkrin paru.
2.6.4 Pemeriksaan Bronkhogram
Bronkhogram
tidak rutin dikerjakan, tetapi bila ada indikasi dilakukan untuk
mengevaluasi klien yang akan dioperasi,
yaitu klien dengan pneumonia yang terbatas pada suatu tempat dan berulang serta
tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau
klien dengan hemoptisis yang masif. Bronkhogram diiakukan pada kondisi klien
yang sudah stabil setelah pemberian antibiotik dan postural drainase yang
adekuat sehingga bronkhus bersih dari sekret.
(Alsagaff,
2006).
2.7 Penatalaksanaan umum
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki
drainage sekret dan mengobati infeksi.Penatalaksanaan meliputi:
1) Pengendalian
infeksi akut maupun kronik : pemberian antibiotik dengan spekrum luas (
Ampisilin , Kontrimpksasol , Amoksilin ) selama 5-7 hari.
2) Fisioterapi
dada
3) Drainage
postural dengan teknik eksprasi paksa untuk mengeluarkan sekret
4) Bronkodilator
5) Aerosal
dengan garam faali atau beta agonis
6) Hidrasi
yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab
serta nebulizer untuk melembabkan sekret
7) Kontrikosteroid
bila ada Bronchospasme yang hebat
(Rahmatullah,
P.,2009)
2.8 Pencegahan
1. Makan makanan
yang bergizi sehingga meningkatkan kekebalan tubuh
2. Hindari
paparan dengan asap rokok dan zat toksik
lainnya yang dapat
terhirup
3. Ketahui tanda
dan gejala penyakit dan cara penanganan pertamanya
4. Konsultasikan
dengan dokter jika gejala semakin parah
5. Teratur dalam
pengobatan ( mengurangi timbulnya bronkiektasis ) dan
biasakan hidup bersih dan sehat
6. Vaksinasi dan
istirahat yang cukup
(Alsagaff,
2006).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bronkiektasis merupakan suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus
local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten, ireversibel dan
disebabkan oleh perubahan pada dinding bronkus. Bronkiektasis dapat menyebabkan
komplikasi gagal nafas yang merupakan penyebab kematian pada negara berkembang.
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sampai sekarang belum diketahui secara
jelas, bisa berupa kongenital ataupun didapat. Manifestasi klinis tersering
adalah batuk, hemoptisis, dispnea, dan demam berulang. CT scan resolusi tinggi
merupakan golden standard untuk membantu menegakkan diagnosis bronkiektasis.
Perbaikan drainase dan pengontrolan infeksi dengan pengunaan antibiotik
merupakan terapi umum yang diberikan kepada penderitsa bronkiektasis, selain
setelahnya dilakukan juga terapi simptomatik dan pembedahan. (Alsagaff, H.,
& Mukty, A,2006)
3.2 Saran
Dari
pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis, penyebab, tanda dan
gejala, bagaimana cara penatalaksanaan serta tindakan keperawatan yang bisa
dilakukan, oleh karena itu individu yang mengalami bronkiektasis atau mengalami
tanda dan gejala dari bronkiektasis segera melakukan tindakan lanjut, yaitu
dengan datang kedokter maupun rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya, dan
juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan tentang bronkiektasis.Dalam
makalah kami ini mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dari semua
dosen pengajar dan teman-teman yang membangun kami untuk lebih baik
kedepannya.Amin.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rahmatullah, P. 2009. Bronkiektasis. In
E. :. Suyono, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga (pp.
861-871). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2.
Rademacher, J., & Welte, T. (2011).
Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment. Deutsches Ärzteblatt International.
3.
Maitra, A., & Kumar, V. (2007). Paru
dan Saluran Napas Atas. In V. Kumar, R. Cotran, & S. Robbins, Buku Ajar
Patologi Robbins. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4.
Daviskas, E. (2010). Pathogenesis and
Diagnosis of Bronchiectasis. Melbourne: Dept of Respiratory and Sleep Medicine,
Monash Medical Centre.
5.
Alsagaff, H., & Mukty, A. (2006).
Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga.
6.
Heather herdman, T. 2015. NANDA
International Inc. Nursing diagnoses:definitions 2015-2017,10th edition edisi
bahasa indonesia: penerbit buku kedokteran EGC
7.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing
interventions classification(NIC) edisi bahasa Indonesia: Elsevier
8.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing outcomes
classification(NOC) edisi bahasa indonesia: Elsevier.
4/
5
Oleh
Unknown