Rabu, 28 Desember 2016

MAKALAH BRONKIEKTASIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.(Rahmatullah, P.2009)
Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819, adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infeksi dan inflamasi saluran napas yang berulang.( Rademacher, J., & Welte, T. 2011).
Peran tenaga medis kususnya fisioterapi mempunyai peran penting dalam mengatasi permasalahan fisik dan kemampuan fungsional serta mencegah 3 permasalahan yang mungkin muncul pada penderita bronkiektasis. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah terapi latihan berupa breathing exercise, mobilisasi thorak, postural drainage, latihan batuk efektif, dan massage sesuai dengan kondisi pasien yang akan penulis bahas lebih lanjut dalam karya tulis ini.(Rahmatullah, 2009)



1.2    Rumusan Masalah
1.2.1   Apa definisi dari bronkiektasis?
1.2.2   Apa epidemiologi dari bronkiektasis?
1.2.3   Apa etiologi dari bronkiekstasis?
1.2.4   Apa manifestasi klinis dari bronkiekstasis?
1.2.5   Apa patofisiologi dari bronkiekstasis?
1.2.6   Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari bronkiekstasis?
1.2.7   Bagaimana penatalaksanaan umum dari bronkiekstasis?
1.2.8   Bagaimana pencegahan dari bronkiekstasis?

1.3    Tujuan
1.3.1   Untuk mengetahui definisidari bronkiektasis
1.3.2   Untuk mengetahui epidemiologi dari bronkiektasis
1.3.3   Untuk mengetahui etiologi dari bronkiekstasis
1.3.4   Untuk mengetahui manifestasi klinis dari bronkiektasis
1.3.5   Untuk mengetahui patofisiologi dari bronkiektasis
1.3.6   Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari bronkiektasis
1.3.7   Untuk mengetahui penatalaksanaan umum dari bronkiektasis
1.3.8   Untuk mengetahui pencegahan dari bronkiektasis

1.4    Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita akan apa itu bronkiektasis dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bronkiektasis



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi bronkiektasis
Bronkiektesis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris,fusifrom,dan kistik atau sakula.
Bronkiektasis adalah kelainan yang menyebabkan perubahan dalam dinding bronkus berupa dekstruksi elemen-elemen elastic, otot-otot polos bronkus,tulang rawan dan pembuluh darah. Ditandai dengan adanya dilatasi(ektsi) dan distorsi brokus local yang bersifat patofisiologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil(medium size), sedangkan bronkus besar jarang.(Maitra, A., & Kumar, V,2007)

2.2  Epidemiologi
Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital
(Rademacher, J., & Welte, T,2011)



2.3  Etiologi
Bronkiekstasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influelza dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti klebsiela dan stapphylococus Aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian atibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau virus influenza.( (Daviskas, E.,2010)
Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirup gas toksik(amonia,aspirasi asam dari cairan lambung dan lain-lain). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum diketahui dengan pasti karena bronkiektasis dapat ditemukan pula pada pasien kolitis ulseratif,reumathoid atritis,dan sindrom sjorgen.( (Daviskas, E.,2010)
Faktor predisposisi terjadinya bronkiektesis dapat dibagi menjadi tiga,yaitu:
1.    Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya kelainan imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan imunitas selular atau kekurangan alfa-1 antritipsin
2.    Kelainan struktur konginital seperti fibrosis kistik, sindrom kartagener, kekurangan kartilago bronkus,dan kifoskoliosis kongenital
3.    Penyakit paru primer seperti tumor paru,benda asing, atau tuberkolosis paru
(Daviskas, E.,2010)

2.4  Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari bronkiekstasis adalah :
1.      Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman dan berbau busuk
2.      Batuk semakin berat kalau pasien berubah posisi
3.      Jumlah sputum yang dikeluarkan bergantung stadium penyakit, tetapi pada stadium yang berat dapat mencapai 200 ml sehari
4.      Hemoptisis sering terjadi biasanya berupa sputum yang mengandung darah (50-70% kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa yang rapuh atau adanya inflamasi)
5.      Pneumonia berat. Sesak napas, sianosis
6.      Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernafasan.
7.      Asimptomatik pada beberapa kasus
(Alsagaff, H., & Mukty, A,2006)




Tingkat Beratnya penyakit:
1.    Bronkiekstasis ringan
Batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi nsputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
2.    Bronkiektasis sedang
Batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), hemotisis, tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari tabuh, ronki basah kasar, foto dada bisa dikatakan normal.
3.    Bronkiektasis berat
Batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan jari tabuh, jika ada obstruksi saluran napas dapat ditemukan dispnea, sianosis atau tanda kegagal paru. Keadaan umum kurang baik, ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Mudah timbul pneumonia, septicemia, abses metastasis, terkadang terjadi amilodosis, ronki basah kasar pada daerah yang terkena, fotop dada ditemukan kelainan:1). Penambahan bronchovaskular making, 2). Multiple cyst containning fluid levels 9honey comb appea-rance)
(Alsagaff, H., & Mukty, A,2006)

2.5  Patofisiologi
Bronkoektasis terjadi karena tiga hal,yaitu terjadi karena penyakit paru primer(tumor paru,benda asing,TB paru),kelainan struktur congenital(fibrosis kistik,sindroma kartagener,kurangnya kartilago bronkus),dan kekurangan mekanisme pertahanan yang di dapat congenital(ig gama antitriptin alfa I). Bronkoektasis yang di sebabkan oleh penyakit paru primer awal mulanya terjadi obstruksi saluran nafas,yang menyebabkan atelektasis(penyerapan udara di parenchim dan sekitarnya tersumbat,sehingga menyebabkan ketidakefektifan pola nafas,atelektasis yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan tekanan intra pleura lebih negatif dari atmosfer,ketika brokus dilatasi,maka akan terjadi pengumpulan sekret,infeksi sekunder dan terjadi siklus,sehingga mudah terjadi infeksi.Brokoektasis yang terjadi karena kelainan struktur congenital mengakibatkan terkumpulnya sekret,sehingga kuman berkembang dan infeksi pada dinding brokus,mengakibatkan peningkatan suhu tubuh,sehingga menyebabkan hipertermi,kuman yang berkembang juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan otot dan elastin,kerusakan bronkus yang menetap,akan mengakibatkan kemampuan bronkus untuk kontraksi bekurang dan selama ekspirasi menghilang. Bronkoektasi yang terjadi karena kekurangan mekanisme pertahanan yang di dapat congenital mengkibatkan pnumoni yang berulang,jika pnumoni tidak teratasi,mengakibatkan kerusakan permanen pada dinding bronkus,ketika kerusakan permanen pada dinding bronkus terjadi akan mengakibatkan ketidakefektifan batuk yang menyebabkan kemampuan mengeluarkan sekret menurun,sehingga menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.(Alsagaff, H., & Mukty, A,2006)
2.6  Pemeriksaan diagnostik
2.6.1  Pemeriksaan laboratorium
-Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi menahun.
-Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna dan disebabkan oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.
2.6.2  Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-sel dan bakteri yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume sputum akan meningkat dan menjadi purulen serta mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring seperti Streptokokus pneumoniae, Hemofilus influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba proteus, dan Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
2.6.3  Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan Lateral)
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon (honey comb structure) serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri karena mempunyai diameter yang lebih kecil daripada paru kanan dan letaknya menyilang di mediastinum, segmen lingual lobus atas kiri, dan lobus medius paru kanan.
Pada klien dengan TB paru, gambaran bronkhiektasis dapat berbentuk sakular atau silindris, dan dapat ditemukan pada lobus atau segmen yang mengalami gangguan. Kadang-kadang, kelainn ini juga ditemukan pada daerah yang kurang nyata mengalami gangguan. Diduga bronkhiektasis yang terjadi pada TB paru dapat ditetapkan berdasarkan pada hal ini di mana tidak ada kecurigaan dari Rontgen thoraks yang menyangkut atas keterlibatan parenkrin paru.
      



2.6.4         Pemeriksaan Bronkhogram
Bronkhogram tidak rutin dikerjakan, tetapi bila ada indikasi dilakukan untuk mengevaluasi  klien yang akan dioperasi, yaitu klien dengan pneumonia yang terbatas pada suatu tempat dan berulang serta tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau klien dengan hemoptisis yang masif. Bronkhogram diiakukan pada kondisi klien yang sudah stabil setelah pemberian antibiotik dan postural drainase yang adekuat sehingga bronkhus bersih dari sekret.
(Alsagaff, 2006).

2.7  Penatalaksanaan umum
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.Penatalaksanaan meliputi:
1)    Pengendalian infeksi akut maupun kronik : pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisilin , Kontrimpksasol , Amoksilin ) selama 5-7 hari.
2)    Fisioterapi dada
3)    Drainage postural dengan teknik eksprasi paksa untuk mengeluarkan sekret
4)    Bronkodilator
5)    Aerosal dengan garam faali atau beta agonis
6)    Hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret
7)    Kontrikosteroid bila ada Bronchospasme yang hebat
(Rahmatullah, P.,2009)
2.8  Pencegahan
1.  Makan makanan yang bergizi sehingga meningkatkan kekebalan tubuh
2.  Hindari paparan dengan asap rokok dan zat toksik  lainnya yang dapat
terhirup
3.  Ketahui tanda dan gejala penyakit dan cara penanganan pertamanya
4.  Konsultasikan dengan dokter jika gejala semakin parah
5.  Teratur dalam pengobatan ( mengurangi timbulnya bronkiektasis ) dan
biasakan hidup bersih dan sehat
6.  Vaksinasi dan istirahat yang cukup
(Alsagaff, 2006).





BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Bronkiektasis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten, ireversibel dan disebabkan oleh perubahan pada dinding bronkus. Bronkiektasis dapat menyebabkan komplikasi gagal nafas yang merupakan penyebab kematian pada negara berkembang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang sampai sekarang belum diketahui secara jelas, bisa berupa kongenital ataupun didapat. Manifestasi klinis tersering adalah batuk, hemoptisis, dispnea, dan demam berulang. CT scan resolusi tinggi merupakan golden standard untuk membantu menegakkan diagnosis bronkiektasis. Perbaikan drainase dan pengontrolan infeksi dengan pengunaan antibiotik merupakan terapi umum yang diberikan kepada penderitsa bronkiektasis, selain setelahnya dilakukan juga terapi simptomatik dan pembedahan. (Alsagaff, H., & Mukty, A,2006)

3.2  Saran
Dari pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis, penyebab, tanda dan gejala, bagaimana cara penatalaksanaan serta tindakan keperawatan yang bisa dilakukan, oleh karena itu individu yang mengalami bronkiektasis atau mengalami tanda dan gejala dari bronkiektasis segera melakukan tindakan lanjut, yaitu dengan datang kedokter maupun rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya, dan juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan tentang bronkiektasis.Dalam makalah kami ini mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dari semua dosen pengajar dan teman-teman yang membangun kami untuk lebih baik kedepannya.Amin.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Rahmatullah, P. 2009. Bronkiektasis. In E. :. Suyono, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga (pp. 861-871). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2.      Rademacher, J., & Welte, T. (2011). Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment. Deutsches Ärzteblatt International.
3.      Maitra, A., & Kumar, V. (2007). Paru dan Saluran Napas Atas. In V. Kumar, R. Cotran, & S. Robbins, Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4.      Daviskas, E. (2010). Pathogenesis and Diagnosis of Bronchiectasis. Melbourne: Dept of Respiratory and Sleep Medicine, Monash Medical Centre.
5.      Alsagaff, H., & Mukty, A. (2006). Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga.
6.      Heather herdman, T. 2015. NANDA International Inc. Nursing diagnoses:definitions 2015-2017,10th edition edisi bahasa indonesia: penerbit buku kedokteran EGC
7.      Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing interventions classification(NIC) edisi bahasa Indonesia: Elsevier
8.      Moorhead, Sue. 2013. Nursing outcomes classification(NOC) edisi bahasa indonesia: Elsevier.
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.